Di tengah peningkatan kesadaran global akan pentingnya kesejahteraan psikologis, peran Gereja modern telah bertransformasi dari sekadar penyedia dukungan spiritual menjadi garda terdepan dalam merangkul isu Kesehatan Mental dan Iman. Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak individu yang bergumul dengan depresi, kecemasan, atau stres kerap mencari bantuan pertama kali dari pemimpin rohani mereka. Oleh karena itu, Gereja dituntut untuk menyediakan layanan yang lebih terstruktur daripada sekadar nasihat keagamaan. Kesehatan Mental dan Iman yang terintegrasi melalui konseling pastoral profesional menjadi jembatan penting yang menghubungkan keyakinan spiritual dengan kebutuhan psikologis manusia. Sebuah survei yang dilakukan oleh Asosiasi Konselor Pastoral Indonesia pada awal 2026 menunjukkan bahwa 60% jemaat merasa lebih nyaman mencari bantuan awal untuk masalah mental dari pastor atau konselor gereja dibandingkan langsung ke psikolog klinis.
Integrasi Kesehatan Mental dan Iman di Gereja modern diwujudkan melalui dua pendekatan utama. Pertama, pelatihan bagi para pastor dan pemimpin gereja dalam bidang pertolongan pertama psikologis (psychological first aid). Mereka tidak dituntut menjadi terapis, melainkan mampu mengidentifikasi gejala krisis mental, memberikan dukungan emosional awal yang non-diskriminatif, dan merujuk jemaat ke profesional kesehatan mental yang berlisensi. Sebagai contoh, di salah satu sinode Gereja di Indonesia, semua pastor diwajibkan mengikuti sertifikasi pelatihan konseling dasar selama 40 jam penuh yang diselenggarakan setiap bulan Agustus. Kedua, pembentukan tim konseling pastoral yang terdiri dari relawan dengan latar belakang psikologi atau konseling, bekerja di bawah pengawasan pastor.
Layanan konseling pastoral ini menawarkan keunikan yang tidak dimiliki oleh konseling klinis biasa, yaitu kemampuan untuk mengaitkan perjuangan pribadi dengan perspektif iman dan spiritualitas. Ketika seseorang menghadapi kecemasan, konselor pastoral dapat membantu mereka menemukan sumber ketenangan dalam ajaran agama, tanpa meniadakan perlunya penanganan klinis jika diperlukan. Pendekatan ini memastikan bahwa Kesehatan Mental dan Iman diperlakukan secara holistik. Untuk menjaga etika dan kerahasiaan, sesi konseling pastoral di Gereja-gereja besar umumnya diatur dalam jadwal rahasia, dengan ruang konseling yang kedap suara di lantai dua gedung gereja, dan hanya dilakukan pada jam kerja yang telah ditentukan, misalnya pukul 09.00 hingga 15.00 WIB setiap hari kerja.
Upaya gereja dalam mendukung Kesehatan Mental dan Iman juga terlihat dari program edukasi. Banyak gereja kini mengadakan seminar rutin tentang manajemen stres, pola asuh yang positif, atau mengatasi kesepian. Pendidikan ini bertujuan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap isu mental dan mengajarkan jemaat bahwa mencari bantuan adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan. Dengan merangkul dan memprofesionalisasi layanan konseling pastoral, Gereja modern membuktikan relevansinya tidak hanya dalam dimensi spiritual, tetapi juga sebagai komunitas penyembuhan yang komprehensif.
